1. Latar Belakang
Sebelum penetapan Kalender Hijriyah, orang Arab pra-kerasulan Rasulullah
Muhammad SAW telah menggunakan bulan-bulan dalam kalender hijriyah ini. Hanya
saja mereka tidak atau belum menetapkan angka tahun, tetapi tahun diberi nama
sesuai peristiwa yang terjadi pada tahun tersebut. Seperti, kita mengetahui bahwa
kelahiran Rasulullah SAW adalah pada tahun Gajah.
Gagasan untuk membuat
penanggalan Islam itu dapat direalisasikan ketika Khalifah Umar bin Al-Khaththab
mejadi khalifah, sumber keterangan Al-Baruni menyatakan bahwa Khalifah Umar
menerima surat dari Gubernur Basrah yang isinya menyatakan” Kami telah banyak
menerima surat dari Amirul Muminin, dan kami tidak tahu mana yang harus
dilaksanakan terlebih dahulu, dan kami telah membaca agenda kegiatan yang
bertanggal Sya’ban, tapi kami tidak tahu persis Sya’ban mana yang dimaksud,
apakah Sya’ban tahun ini atau Sya’ban tahun depan yang dimaksud.
Rupanya surat
dari Abu Musa Al-Asy’ari Khalifah sebagai suatu
permasalahan yang sangat urgen, perlu segera dibuat suatu ketetepan penanggalan
yang seragam yang dipergunakan sebagai keperluan admisistrasi dan keperluan
masyarakat umat Islam lainnya.
Untuk menetapkan
kalender Islam ini, yang sangat tepat untuk dijadikan
patokan sebagai awal permulaan Tahun Baru Islam. Maka Khalifah Umar ini
mengadakan musyawarah yang dihadiri oleh pemuka-pemuka agama, dan
pembesar-pembesar muslim. Di dalam pertemuan itu ada beberapa momentum penting
yang diusulkan sebagai dasar penetapan pada tahun baru Islam, dan
momentum-momentum itu antara lain:
- Dihitung dari hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
- Dihitung dari wafatnya Rasulallah SAW.
- Dititung dari hari Rasulullah menerima wahyu pertama di gua Hira yang merupakan awal tugas kenabiannya.
- Dimulai dari tanggal dan bulan Rasulallah SAW melakukan hijrah dari Mekah ke Madinah.
Tanggal kelahiran Nabi
Muhammad SAW tidak dijadikan dasar sebagai
awal penanggalan kalender islam, karena tanggal itu masih menjadi kontroversi
mengenai waktu dalam kejadiannya. Adapun hari wafatnya Rasulullah tidak pula
dijadikan dasar sebagai tanggal permulaan kalender Islam , karena dikhawatirkan
akan mempengaruhi kaum muslimin dalam kesedihan yang berkepanjangan terhadap
kenangan-kenangannya semasa Beliau.
Pada akhirnya forum
menyetujui sebagai awal penanggalan islam dihitung sejak Rasulullah hijrah dari
Makah ke Madinah, Rasulullah SAW sampai di Madinah pada hari Senin, 12 Rabi’ al-Awwal
yang bertepatan dengan tanggal 24 September 622 M.
2. Metode Kalender Hijriah
Allah SWT telah
menciptakan bulan sebagai satelit bumi. Bola kecil ini selalu berevolusi mengelilingi bumi dalam waktu yang telah Dia tentukan pada lintasan yang telah
Dia tentukan pula. Bulan berotasi terhadap porosnya selama 27,3 hari. Ia pun
berevolusi terhadap bumi selama 27,3 hari. Efek dari perputaran ini, permukaan
bulan yang terlihat dari bumi tidak berubah dari waktu ke waktu.
Salah satu manfaat dari
penciptaan bulan adalah kegunaannya sebagai patokan dalam penentuan
penanggalan. Allah Swt. berfirman:
Artinya: Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya
manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda
(kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
Dalam ayat ini Allah SWT
juga memberikan kesaksian bahwa bulan digunakan sebagai patokan penanggalan.
Selain itu apabila melihat realitas yang terjadi pada manusia, beberapa
kalender juga menggunakan sistem lunar calendar. Ambil contoh, Kalender Jawa
dan Kalender Hijriah. Keduanya menggunakan sistem lunar calendar.
3. Pergerakan Bulan
Ada dua macam pergerakan
bulan:
- Siderial month : periode yang dibutuhkan bulan untuk berputar 360° mengelilingi bumi, lamanya 27,321 hari.
- Synodic month : periode antara satu bulan baru dengan bulan baru lainnya, lamanya 29,53059 hari atau 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. Ada perbedaan sekitar 2 hari dengan siderial month karena bumi juga berevolusi terhadap matahari pada arah yang sama, sehingga untuk mencapai konjungsi berikutnya memerlukan tambahan waktu.
Dari kedua fase
tersebut, yang umum digunakan dalam penentuan Kalender Hijriah adalah synodic
month. Arah revolusi bulan terhadap bumi sama dengan arah revolusi bumi
terhadap matahari, dari Barat ke Timur. Akibat dari revolusi bulan ini dan
kombinasinya dengan revolusi bulan mengelilingi matahari, penduduk bumi dapat
menyaksikan berbagai macam fase bulan, mulai dari bulan baru, bulan separuh,
sampai klimaksnya pada fase bulan purnama kemudian bulan mati dan akan kembali
lagi ke titik awal revolusi, dimulai lagi dari fase bulan baru.
Setiap bulan, terjadi
peristiwa konjungsi (ijtimak), dimana matahari, bulan dan bumi berada dalam
satu garis bujur yang sama, dilihat dari arah timur maupun barat. Peristiwa
penting inilah yang menjadi patokan awal bulan baru. Sehingga dalam penentuan
dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada
Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada
pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah
hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya Matahari di tempat tersebut.
Kalender Hijriyah
dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah),
memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan,
bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708
hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar
11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.
Faktanya, siklus sinodik
bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan dalam Kalender Hijriah
bergantung pada posisi bulan, bumi dan Matahari. Usia bulan yang mencapai 30
hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new moon) di titik apooge, yaitu jarak terjauh antara
bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan, bumi berada pada jarak
terdekatnya dengan Matahari (perihelion).
Sementara itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat
terjadinya bulan baru di perige
(jarak terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
Matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap melainkan
berubah-ubah (29 - 30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit
tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan
(new moon) ditandai dengan munculnya penampakan (visibilitas) Bulan Sabit
pertama kali (hilal) setelah bulan baru (konjungsi
atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan
terbenam sesaat setelah terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di
ufuk Barat. Jika hilal tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari
pada bulan tersebut dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus
bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari.
Semuanya tergantung pada penampakan hilal. adalah bulan sabit baru yang menandai
masuknya bulan baru pada sistem kalender Qomariyah atau Hijriah. Dalam bahasa Arab Hilal dikatakan al-hilal - ahillah yaitu bulan sabit (crescent) yang pertama terlihat setelah terjadinya ijtimak. Ijtimak adalah bulan baru (new
moon) disebut juga bulan mati
Hilal merupakan fenomena tampakan Bulan
yang dilihat dari Bumi setelah ijtimak
atau konjungsi. Perbedaan tempat dan
waktu di Bumi mempengaruhi tampakan hilal. Hilal sangat redup dibandingkan
dengan cahaya Matahari atau mega senja. Dengan demikian hilal ini baru dapat
diamati sesaat setelah Matahari terbenam. Ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi tampakan hilal. Hal ini menyangkut kriteria visibilitas
hilal. Kedudukan Bumi, Bulan, dan Matahari memungkinkan tinggi dan azimut Bulan dapat dihitung saat
Matahari terbenam. Demikian halnya dengan
beda tinggi dan jarak sudut antara Bulan dan Matahari. Tidak kalah pentingnya
adalah faktor atmosfer dan kondisi pengamat yang ikut menentukan kualitas tampakan
hilal.
4. Sekilas Kalender Hijriah
Kalender Hijriyah atau
Kalender Islam (bahasa Arab: التقويم الهجري; (at-taqwim al-hijri), didasarkan atas
pergerakan sinodis bulan, yaitu selama 29,5309 hari atau 29 hari 12 jam 44
menit 2,8 detik. Sehingga dalam waktu 12 bulan akan mencapai sekitar 354,367
hari. Menurut Dr. Ali Hasan
Musa, sebenarnya tidak ada argumentasi astronomis satu pun yang mendasari 1
(satu) tahun sama dengan 12 (dua belas) bulan. Akan tetapi, alasan yang pasti
adalah, karena merujuk pada Firman Allah SWT.
Artinya:
Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu
adalah menambah kekafiran. disesatkan orang-orang yang kafir dengan
mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan
mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan
bilangan yang Allah mengharamkannya, Maka mereka menghalalkan apa yang
diharamkan Allah. (syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang
buruk itu. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
(QS. Al-Taubah: 36-37)
Dalam ayat ini,
dijelaskan bahwa sejak awal, Allah SWT sudah menentukan bahwa jumlah bilangan
bulan dalam al-Quran adalah 12. Hal ini juga berdasarkan atas Hadis Nabi Muhammad
SAW yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, al-Nasâ’i, Imam Bukhari, Imam
Muslim, dan banyak rawi lainnya.
Artinya:
Dari
Abu Bakrah, sesungguhnya Nabi Saw. berkhutbah pada haji wadâ‘, bersabda,’
Ketahuilah, sesungguhnya waktu beredar sesuai bentuknya pada hari dimana Allah
Swt. menciptakan langit-langit dan bumi, satu tahun ada 12 bulan, darinya (12
bulan) ada 4 hurum, 3 bulan yang berturut-turut; Zulkaidah, Zulhijah, Muharam,
dan Rajab yang berada di antara 2 Jumad (Jumadil awal dan Jumadil akhir) dan
Syaban.
Pada awalnya, masyarakat
Arab kuno menggunakan sistem lunar calendar murni. Namun, pada tahun 200
sebelum hijrah, masyarakat Arab mengubahnya menjadi sistem lunisolar calendar
yang untuk mensinkronkan dengan musim maka dilakukan dengan menambah jumlah
bulan atau interkalasi (al-nasî’).
Kemudian, setelah turunnya Surah al-Taubah ayat 36-37, yang terkait dengan
pelarangan interkalasi yang merupakan konsekuensi dari lunisolar calendar, maka
dirubahlah sistem kalender masyarakat Arab menjadi murni lunar calendar.
Pada hari Rabu, 20
Jumadil Akhir 17 Hijriah, pada masa Kekholifahan Umar bin Khaththab, diproklamirkanlah
Kalender Hijriyah dan ditetapkan tahun 1 Hijriyah dimulai pada tahun Nabi Muhammad
SAW hijrah dari Mekah ke Madinah.
Ada perbedaan selama 11
hari antara tahun hijriah yang berjumlah sekitar 354 hari dengan tahun masehi
yang berjumlah sekitar 365 hari. Oleh karena tidak berdasarkan pada pergerakan
matahari yang sudah tentu tidak memperhitungkan pergantian musim, maka
terkadang awal tahun hijriah dimulai pada musim dingin dan setelah 16 tahun
akan dimulai pada musim panas.
Adapun 12 bulan dalam
kalender hijriah sebagai berikut:
No.
|
Nama Bulan
|
Jumlah Hari
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
|
Muharam
Shafar
Rabiul Awal
Rabiul Akhir
Jumadil Awal
Jumadil Akhir
Rajab
Sya’ban
Ramadan
Syawal
Zulkaidah
Zulhijah
|
30
29
30
29
30
29
30
29
30
29
30
29
|
5. Metode Kalender Hijriyah (Hisâb
‘Urfi)
Menurut hisab urfi,
dalam kalender hijriah ada 354 hari. Namun sebenarnya, perputaran bulan hakiki
selama satu tahun adalah 354,367 hari atau 354 hari 8 jam 44 menit 35 detik
(Periode sideris 29,53059 x 12 = 354,367) Tentunya manusia tidak mungkin menggunakan
kalender dengan sisa 0,367 hari tersebut. Untuk menyiasati hal ini, maka:
- Peredaran bulan sinodis: 29 menit 12 jam 44 menit 2,8 detik. Angka 2,8 detik diabaikan karena sangat kecil sehingga tidak berarti. Dengan demikian, rata-rata hari dalam satu tahun adalah: 29,5 hari x 12 = 354 hari 44 menit x 12 = 528 menit. Jadi dalam setahun ada 354 hari 528 menit.
- Karena tidak mungkin menggunakan kalender dengan jumlah hari 0,5 maka untuk menyiasatinya bilangan pecahan 29,5 hari tersebut dikalikan dengan 2 sehingga menjadi 59 hari (hitungan 2 bulan). 30 hari diberikan kepada bulan ganjil, 29 hari diberikan kepada bulan genap. Sehingga, dalam satu tahun ada 6 bulan yang berjumlah hari 29 dan 6 bulan yang berjumlah hari 30. Apabila dijumlahkan maka akan didapatkan angka 354 hari (jumlah hari dalam satu tahun hisab urfi).
- Terdapat sisa 44 menit setiap bulan yang akan menjad 528 menit setiap tahun.
Dalam waktu 3 tahun, jumlah ini akan
menjadi 1 hari lebih (528 x 3 = 1548 menit, 1 hari = 1440 menit). Dalam siklus
1 daur (30 tahun) -1 daur dipilih 30 tahun karena apabila 0,367 hari yang
merupakan sisa hari setiap tahun dikalikan dengan 30 tahun akan menghasilkan
11,01 hari (dengan angka di belakang koma terkecil)- akan menjadi 15480 menit
atau genap 11 hari (15480 : 1440 = 11). Sisa 11 hari tersebut didistribusikan
ke dalam tahun-tahun selama 1 daur (30 tahun). Masing-masing akan mendapatkan 1
tahun.
Adapun tahun-tahun yang
mendapatakan tambahan satu hari dalam periode 30 tahun itu adalah tahun-tahun
yang angkanya merupakan kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 15, 18, 21, 24,
26 dan 29. Dalam kalender hijriyah,
intervalnya memang terlihat tidak teratur, namun ada metode tersendiri dalam
menetapkan tahun kabisat, yaitu dengan mengalikan bilangan urutan tahun
tersebut dengan sisa 0,367. Apabila sisanya lebih dari 0,5 (hari) maka tahun
tersebut adalah tahun kabisat. Apabila sisanya kurang dari 0,5 hari, maka tahun
tersebut adalah tahun basitah. Sebagai contoh:
- Tahun ke-1 x 0,367 = 0,367 (kurang dari 0,5 maka tahun basitah)
- Tahun ke-2 x 0,367 = 0,734 (lebih dari 0,5 maka tahun kabisat) Tahun ke-3 x 0,367 = 1,101 (berhubung 1 hari sudah dipakai di tahun kedua, maka menjadi 0,101, karena kurang dari 0,5 maka basitah)
- Tahun ke-4 x 0,367 = 1,468 (berhubung 1 hari sudah dipakai di tahun kedua, maka menjadi 0,468, karena kurang dari 0,5 maka basitah). Tahun ke-5 x 0,367 = 1,835 (berhubung 1 hari sudah dipakai di tahun kedua, maka menjadi 0,835, karena lebih dari 0,5 maka kabisat)
Untuk mengetahui apakah
suatu tahun itu kabisat atau basitah, caranya dengan membagi bilangan tahun
dengan 30 (1 daur), sisa pembagiannya apabila terdapat pada salah satu angka di
atas, maka ia kabisat. Misalkan tahun 1359 : 30 = 45 daur sisa 9 tahun, berarti
1359 merupakan tahun basitah. Tahun 1431 : 30 = 47 daur sisa 21 tahun, berarti,
1431 merupakan tahun kabisat.
ARTIKEL ISLAMI
6. Penutup
ARTIKEL ISLAMI
Sebagai sebuah sistem penanggalan,
lunar calendar (Kalender Hijriyah)
layak untuk mendapatkan perhatian lebih dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Kalender Hijriyah tidak terikat dengan pergantian musim, salah
satu dampak positif bagi umat Islam yang menjalankan syariat –antara lain haji
dan puasa Ramadhan- adalah variasi musim ketika menjalankan syariat tersebut,
tidak selalu ibadah haji dikerjakan di musim panas, begitu pula puasa Ramadhan. Kelebihan lain dari
sistem kalender ini adalah, ia menggunakan pergerakan bulan sebagai acuannya.
Bulan merupakan benda langit yang mudah dilihat dan diamati fase-fasenya. Ini
yang menjadikan kelebihan sistem lunar calendar.
ARTIKEL ISLAMI
PENETAPAN HILAL
PENETAPAN HILAL
Namun, seiring
perkembangan zaman, tantangan akan penggunaan sistem Kalender Hijriyah semakin
banyak. Perbedaan umat Islam dalam menentukan awal bulan –di antaranya
perbedaan antar mazhab rukyat murni dengan hisab-permasalahan matlak, dan
berbagai masalah lainnya menjadi motivator bagi para ilmuwan muslim untuk lebih
giat melakukan riset mengenai sistem kalender ini. WalLâhu a‘lamu bi al-Shawâb.
PENETAPAN HILAL
SEJARAH PENETAPAN KALENDER HIJRIYAH
7. Referensi
- Ahmad, Abdul Aziz Bakri, Mabâdi’ ‘Ilmi al-Falaq al-Hadîts, Maktabah al-Dâr al-‘Arabiyah li’l Kitâb, Kairo, Mesir, cet. I, 2010
- al-Bukhâri, Muhammad bin Ismail, al-Jâmi‘ al-Shahîh, dithkik oleh Muhibbuddîn al-Khathîb, al-Mathba‘ah al-Salafiyyah, Kairo, Mesir, vol. II, cet. I, 1403 H/1982 M
- al-Dalâl, Syarqawi Muhammad Shâlih, Mausû‘ah ‘Ulûmi’l Falak wa’l Fadhâ’ wa’l Fîziyâ’ al-Falaqiyyah, Mu’assasah al-Kuwait li al-Taqaddum al-‘Ilmi, Kuwait, vol. II, t.t
- al-Thabari, Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir, Jaâmi‘u’l Bayân ‘an Ta’wîli Âyi’l Qur’ân, ditahkik oleh Adullah bin Abdul Muhsin al-Turki, Markaz al-Buhûts wa al-Dirâsât al-Islâmiyyah bi Dâr Hajar, Giza, Mesir, vol. 11, cet. I, 1422 H/2001 M
- Azhari, Susiknan, Ilmu Falak; Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern, Suara Muhammadiyah, Yogyakarta, Indonesia, cet. II, 2007
- Fayâdh, Muhammad Muhammad, al-Taqâwîm, Nahdhah Mishr, Kairo, Mesir, cet. II, 2002
- Musa, Ali Hasan, al-Tauqît wa al-Taqwîm, Dâr al-Fikr, Damaskus, Syiria, cet. II, 1998
- http://id.wikipedia.org/wiki/Kalender_Hijriyah.
SEJARAH PENETAPAN KALENDER HIJRIYAH
SEJARAH PENETAPAN KALENDER HIJRIYAH
No comments :
Post a Comment